JAKARTA, KILOMETER40.COM– PDIP mulai melunak menyikapi pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Partai berlambang banteng moncong putih itu akan mengakomodasi kritik dan mengedepankan musyawarah dalam pembahasan.
“Terkait dinamika, pro-kontra yang terjadi dengan pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), sikap PDI Perjuangan adalah mendengarkan seluruh aspirasi masyarakat. Musyawarah untuk mufakat adalah praktik demokrasi Pancasila,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto di Jakarta, Minggu, 14 Juni 2020.
Hasto menyampaikan PDI Perjuangan sepakat menghapus Pasal 7 pada RUU HIP. Pasal tersebut mengubah Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila berfokus kepada gotong royong
“PDI Perjuangan setuju untuk dihapus,” ungkap dia.
PDI Perjuangan juga sepakat memasukkan TAP MPR Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI). Ketentuan ini merupakan salah satu syarat yang diajukan fraksi-fraksi di DPR dalam pembahasan RUU HIP.
“Penambahan ketentuan menimbang guna menegaskan larangan terhadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila seperti marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme, serta bentuk khilafahisme juga setuju untuk ditambahkan,” sebut dia.
Hasto mengatakan berbagai pendapat berkaitan dengan RUU HIP menunjukkan kuatnya kesadaran terhadap Pancasila sebagai pemersatu bangsa. Sehingga, pembahasan ini harus belandaskan dialog.
“Sebab dialog, musyawarah dan gotong royong adalah bagian dari praktik demokrasi Pancasila,” ujar dia.
Seperti diketahui, Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang saat ini dibahas oleh para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menuai kritik. Fraksi PAN dan PKS menolak RUU tersebut karena tidak mencantumkan TAP MPRS Nomor 25/MPRS/1966 Tahun 1966 tentang pembubaran PKI sebagai konsideran.
Kemudian beberapa ormas, seperti MUI juga mengkritik RUU HIP karena telah mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila, sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD Tahun 1945.
Salah satu bentuknya adalah memeras Pancasila menjadi Trisila lalu menjadi Ekasila yakni “Gotong Royong”. Menurut MUI, ini nyata-nyata merupakan upaya pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila itu sendiri.
Selain itu, secara terselubung ingin melumpuhkan keberadaan Sila Pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa yang telah dikukuhkan dengan Pasal 29 Ayat (1) UUD Tahun 1945 serta menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.(*)
Leave a Reply