OPINI: Eksistensi Perempuan Sebagai Pemimpin

Perempuan dan pemimpin adalah dua kata yang seakan berlawanan dengan esensi sebagai perempuan dan pemimpin yang digambarkan dengan sosok yang tegas, gagah dan penuh tanggungjawab. Ada hal yang menarik tentang interpretasi yang selama ini menjadi bahan perbincangan publik, diskusi kampus bahkan tak jarang dijadikan sebagai penelitian.
Seiring berjalannya waktu keberadaan seorang perempuan yang digadang-gadang hanya akan tetap berakhir di dapur, meskipun sekolah tinggi yang ia tempuh dan pangkat yang ia raih. Pertanyaan yang mendasar dari sebuah problem keberadaan perempuan, layakkah untuk menjadi pemimpin?, mampukah perempuan sebagai pemimpin?, bagaimana seorang perempuan dapat menjadi pemimpin, sementara dirinya harus mengurusi rumah tangga?

Pemimpin sejatinya bukanlah berangkat dari gender apakah ia laki-laki atau perempuan. Pemimpin bukanlah diskriminasi atas kelayakan perempuan atau laki-laki. Pemimpin adalah mereka yang mampu mengabdikan diri kepada apa yang ia pimpin, mengabdikan diri kepada bawahannya yang turut mensukseskan cita-cita yang menjadi raihan keberhasilan bersama.

Keterkaitan dan kelayakan perempuan sebagai pemimpin bukanlah asumsi belaka yang hanya berhenti pada ucapan saja. Dari beberapa perusahaan dan titik penting kepemimpinan, banyak perempuan yang telah mencatatkan dirinya dalam sejarah kesuksesan memimpin, tentunya tidak kalah saing dengan kepemimpinan laki-laki dan bisa jadi lebih baik.
Beberapa perempuan yang terlahir dan sukses dalam karirnya sebagai pemimpin yang berasal dari tanah air tercinta salah satunya, kita mengenal sosok Atiek Nur Wahyuni (CEO Trans Media Group), perjalanan karir yang ia tempuh memberikan perubahan pada layar kaca yang selalu menjadi tontonan atau hiburan masyarakat tanah air Indonesia. CEO atau Chief Executive Officer dalam arti sederhananya ialah pemimpin perusahaan. Perusahaan tersebut bernama Trans Media Group (Trans TV, Trans 7, Detikcom, Trans Vision, CNN Indonesia) sebuah perusahaan besar yang berkiprah di media perfilm-an dan seputar informasi, di mana terdapat gabungan dari berbagai statsiun TV.

Kepemimpinan yang dijalaninya menjadikan sosok Atiek Nur Wahyuni sebagai CEO Trans Media Group merupakan perempuan tangguh yang penuh tanggungjawab atas segala kinerjanya. Mengapa begitu? Satu hal jarang dimiliki oleh seorang pemimpin dalam mencapai kinerjanya bersama bawahannya dan itu terdapat pada sosok pemimpin perempuan Atiek Nurwahyuni yakni pencapaian target kinerja sebesar 150%. Target ini selalu ia katakana kepada tim atau bawahannya untuk memberikan usaha dan kemampuannya. Jadi, meskipun kita dalam keadaan down, sedang tidak konsentrasi, kinerja kita turun hingga 30% kita masih bisa memberikan 120% dari usaha dan kemampuan kita, dan itu masih tetap di atas rata-rata orang lain yang hanya memberikan 100%.
Dari itu semua ada pelajaran yang sangat berarti untuk pemimpin-pemimpin semuanya (laki-laki maupun perempuan) bahwa dalam melakoni, melakukan pendekatan kepada bawahannya haruslah mempunyai akurasi target atau berfokus pada target yang lebih, sehingga ketika kinerja itu turun tak akan lebih dari apa yang telah ditetapkan sebelumnya. Ini membuktikan bahwa perempuan sebagai pemimpin tidak selamanya lemah dan pantang untuk mundur dalam memimpin bawahannya. Saatnya perempuan sebagai penggerak, bukan hanya berdiam diri menerima kelemahan pada dirinya.

Penelitian membuktikan suksesnya kepemimpinan tergantung bagaimama cara ia memperlakukan bawahannya, yakni dengan memanusiakan manusia (pendekatan secara emosional). Ketika kepemimpinan itu berjalan seutuhnya maka tak heran jika dibeberapa tahap keberlanjutannya menemukan hal yang rumit sehingga menimbulkan menurunnya kinerja yang efektif dan optimal.

Teringat perkataan Soe Hok Gie, “Perempuan akan selalu di bawah laki-laki, kalau yang diurus hanya baju dan kecantikan.”

Dari perkataan Soe Hok Gie tersebut sudah terjawab oleh seorang Atiek Nur Wahyuni dengan ketangkasan dan keberaniannya serta kesuksesannya dalam menjadi CEO Trans Media.

Jika hal ini tidak ditanggulangi secara cepat dan tanggap, maka jangan mengharapkan cita-cita yang sudah disusun rapi bisa diraih.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan memanusiakan manusia adalah cara pemimpin dalam memperlakukan bawahannya sesuai apa yang tertanam pada manusia (kasih sayang/pengertian, pastisipatif, memberi prioritas yang tinggi pada pengembangan sumber daya insan dan juga kepedulian pada detail kinerja). Semua unsur tersebut cenderung dimiliki oleh perempuan sebagai gaya kepemimpinannya dalam dunia organisasi, pengusaha, maupun politik. Hemat saya, mengapa unsur di atas penting dalam kepemimpin:

Pertama, pengertian dapat menimbulkan rasa kedekatan secara mendalam dan kekeluargaan antara bawahan dengan atasan yang kemudian ia merasa begitu dianggap, dihargai dari hasil kinerja jerih payahnya selama bekerja. Dari semua itulah hubungan baik harmonis secara tidak langsung akan terjalin dalam lingkungan tersebut serta tak ada rasa canggung yang berlebihan, ketakutan yang berlebihan dalam bekerja. Namun jangan sampai pengertian ini menimbulkan keleha-lehaan, disinilah pemimpin berperan dan memikirkannya.

Kedua, pastisipatif atau selalu berperan aktif pada setiap aktivitas yang bersifat formal atau non-formal. Formal berarti pemimpin selalu bergerak pada setiap sudut-sudut bawahannya, sehingga akan menahu apa yang menjadi keluhan dan kekurangan. Non-formal berarti pemimpin tetap menyempatkan diri atau menjadikan diri sebagai teman curhat, biasanya semacam ini berlangsung ketika ngopi di luar untuk membahas pekerjaan.

Ketiga, prioritas yang tinggi pada pengembangan sumber daya manusia. Pemimpin disini haruslah mampu melihat setiap pegawai atau bawahannya sebagai permata berharga untuk meraih cita-cita masa depan. Bisa dikatakan 70% kesuksesan sebuah perusahaan ditentukan oleh faktor pengelolaan sumber daya manusia. Itu sebabnya, mengelola sumber daya manusia merupakan hal yang harus dilakukan dengan baik dan matang. Bila tidak, kerumitan pun bisa terjadi.

Keempat, kepedulian pada detail kinerja, pentingnya disini adalah pemimpim dapat melihat gambaran secara besar apa yang dipimpinnya. Namun tidak hanya melihat saja tetapi juga memperhatikan hal-hal kecil sehingga dapat mengurangi resiko kegalalan. Dan kemudahan untuk meraih kesuksesan lebih besar.

Menurut Helen Fisher ahli antropologi, penulis, sekaligus professor di Rutgers Universiy, dalam sebuah riset yang dituliskan buku berjudul The First Sex:The Natural Talents of Woman and How They are Changing the World, mengatakan perempuan memiliki kemampuan untuk mengubah dunia. Fisher mengatakan perempuan memiliki karakter bawaan seperti pandai berkomunikasi, mampu membaca bahasa nonverbal. Dengan kata lain, perempuan bisa melihat seseorang yang gundah atau memiliki masalah. Perempuan juga biasanya memiliki kepekaan emosi dan empati yang tinggi, sehingga bisa merasakan aoa yang dirasakan anak buahnya. Sifat bawaan perempuan lainnya, tetap menurut Fisher, adalah kemampuan untuk melakukan beberapa hal secara simultan atau multitasking. Juga kecenderungan untuk melakukan perencanaan jangka panjang, piawai dalam berjejaring, dan bernegosiasi. Perempuan juga memiliki kecenderungan untuk bekerja sama dan mencari solusi yang bukan kalah dan menang, melainkan win-win solution dan memimpin secara egaliter.

Segala apa yang menjadi rumusan memanusiakan manusia dalam memimpin sebuah organisasi atau perusahaan sudah tertanam sejak lahir dalam diri perempuan, sudah menjadi bawaan dalam nalurinya, sehingga dari semua itu perempuan dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi, perusahaan, memunculkan sisi terbaiknya dan raihan kesuksesan yang tidak kalah hebat dari laki-laki.

Penulis: Mustain Romli
Mahasiswa Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo
, Jawa Timur

Leave a Reply