Sepuluh Tahun Dualisme, HKTI Akhirnya Sepakat Bersatu

JAKARTA, KILOMETER40.COM- Sepuluh tahun, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) terpecah, kini bersatu kembali. Penyatuan itu ditegaskan oleh Sekjen HKTI, Sadar Subagyo.

“Ketua Umum dua HKTI telah bertemu (27/5/2020) untuk sepakat mengakhiri dualisme HKTI. Proses penyatuan ini adalah amanat Munas HKTI,” kata Sekjen HKTI berlogo caping Sadar Subagyo kepada Sinar Tani (28/5/2020).
 
Kisah organisasi di Indonesia kebanyakan adalah kisah perpecahan. “Ini merupakan sejarah, organisasi tani yang terpecah kembali bersatu padu untuk berjuang membela kepentingan petani dan memperjuangkan kemakmuran petani,” tambahnya.
 
Sadar berharap penyatuan dua HKTI ini  dapat menjadi tonggak kebangkitan Petani Indonesia.

Dalam status media sosial pribadinya, Fadli Zon menuliskan  Rabu Sore kemarin telah  berdiskusi dan dialog dengan Pak Moeldoko tentang reunifikasi HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) yang 10 tahun ini terpisah.
 
Reunifikasi lanjut Fadli Zon adalah proses penyatuan kembali. Untuk proses penyatuan kembali, dikatakan Fadli, akan dibentuk tim kerja.

“Segera dibentuk tim kerja untuk penyatuan dua organisasi petani HKTI.” Kata Fadli Zon Ketua Umum HKTI berlogo caping.
 
Sebagai Ketua Umum HKTI berlogo bunga saat ini adalah Moeldoko. Penyatuan dua HKTI ini juga dilakukan dengan menyatukan logo kedua HKTI ini menjadi satu kesatuan.

Fadli berharap, dengan proses reunifikasi ini akan membawa HKTI lebih baik lagi dalam memberikan fasilitas dan kesejahteraan bagi para petani dan masyarakat Indonesia. “Mudah-mudahan ini menjadi langkah memajukan dan  memperkuat kehidupan petani Indonesia,” harap Fadli.
 
Proses terjadinya dualisme bermula saat kepengurusan HKTI di bawah  Prabowo Subianto dan HKTI lainnya dipimpin  Oesman Sapta Odang. Proses dualisme ini sampai ke Mahkamah Agung (MA). Keputusan kasasi Mahkamah Agung (MA) menyatakan Prabowo resmi sebagai Ketua Umum HKTI periode 2010-2015. Tapi, Oesman tetap mengklaim diri sebagai pimpinan HKTI.

HKTI didirikan pada 1973 sebagai penggabungan aspirasi dari 14 organisasi masyarakat sebagai satu satunya wadah organisasi petani. Sejak awal pendiriannya, HKTI diketuai oleh  oleh Martono yang kala itu sebagai Ketua Warga Tani Kosgoro.

Jabatan ketua dijabat terus menerus oleh Martono selama 4 periode yang berkhir pada 1994. Lamanya periode kepemimpinan Martono tidak lepas dari campur tangan Presiden Soeharto mengingat Kosgoro termasuk salah satu unsur cikal bakal Partai Golkar.
Kemudian pada periode 1994-1999 diganti oleh Muh. Ismail (mantan Gubernur Jawa Tengah) dan setelah itu sampai dengan 2004, Ketua Umum HKTI dijabat oleh Siswono Yudo Husodo yang mantan menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi jaman Orde Baru.

Kemudian pada periode 2004-2009 Prabowo Subianto tampil sebagai Ketua. Awal keretakan di dalam tubuh organisasi HKTI tepatnya pada Juli 2010, di Bali sedang diadakan Musyawarah Nasional HKTI ke VII dengan agenda acara utama adalah pemilihan ketua umum untuk periode 2010–2015.

Pada saat itu terjadi perdebatan seru di antara para peserta Munas ketika dilakukan pemilihan calon ketua secara aklamasi. Sebagian peserta Munas beranggapan bahwa pemilihan ketua secara aklamasi telah melanggar AD/ART.

Di dalam acara Munas ke VII inilah,  HKTI kemudian terpecah menjadi dua kubu, yakni kubu pendukung Prabowo sebagai ketua terpilih, dan kubu lainnya yang diprakarsai oleh calon ketua Djafar Hafsah dan OSO yang sepakat pada keesokan harinya menggelar Munas Tandingan di Hotel Aston Bali.

Hasil Munas tandingan tersebut akhirnya memilih Oesman Sapta juga sebagai Ketua HKTI.
Dengan demikian sejak saat itu, bahtera HKTI memiliki dua nahkoda, yang mana keduanya, masing masing  mengklaim bahwa dirinyalah telah  terpilih sebagai ketua umum HKTI yang sah.

Kemudian, kubu Oso menyerahkan kepemimpinan kepada Jend (purn) Moeldoko yang memimpin sampai sekarang.(*)

Leave a Reply