JAKARTA, KILOMETER40.COM– Hari Raya Idul Fitri di Indonesia identik dengan halalbihalal. Menurut KBBI, halalbihalal berarti maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan dan kerap diadakan di sebuah tempat oleh sekelompok orang.
Namun, tahun ini ada perbedaan seiring pandemi Covid-19. Menurut Imam Besar Masjid Istiqlal Prof KH Nasaruddin Umar, halalbihalal tahun ini tetap bisa dilakukan dengan beberapa catatan dan mengikuti protokol kesehatan yang berlaku.
“Hindari salaman sampai pelukan. Boleh (halalbihalal) tapi mungkin kali ini menggunakan fasilitas media sosial. Dengan medsos bisa menjangkau ribuan. Insya Allah bisa diungkapan dengan ucapan khas, tak mengurangi khidmat-nya,” ujarnya saat video conference di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (27/5/2020).
Dia juga menegaskan, kemajuan teknologi saat ini membuat halalbihalal tak perlu datang ke rumah. Meski begitu, sekalipun melakukan halalbihalal, tetap ikuti protokol kesehatan yang berlaku.
Kiai Nasaruddin lantas bercerita perihal sejarah halalbihalal. Sebuah kebudayaan khas Indonesia yang tidak ada di negara lain, termasuk negara-negara Arab.
Sejarah panjang tentang Halal Bihalal dimulai saat 17 Agustus 1945, hari di mana Indonesia merdeka dan bertepatan dengan bulan suci Ramadan. Ada kisah di mana anak-anak Kauman di Yogyakarta yang membuat sayembara kecil.
“Spanduk ini kita tulis apa? Bagaimana kalau kita tulis halalbihalal,” ujarnya mengisahkan.
Halal yang pertama adalah mari saling memaafkan, tak ada penghianatan, tak ada kaki tangan Belanda. Sementara itu, secara bersama, masih dalam semangat Indonesia merdeka juga akan merayakan Idulfitri, hari Kemenangan.
“Itulah halal pertama dan kedua,” kata Kiai Nasaruddin.
Terakhir, tak hanya mengimbau bagaimana pelaksanaan halalbihalal dan sejarahnya, dia juga mengimbau bagaimana pelaksanaan salat. Hal ini sebagai pengingat apabila nantinya masjid sudah mulai dibuka untuk bisa beribadah berjamaah.
“Apa yang saya maksud dengan tradisi baru, masjid misal. Hand sanitizer, sabun dulu baru wudhu. Bagaimana memelihara diri, jarak sosial tetap harus diperhatikan,” ujar Kiai Nasaruddin.(*)
Leave a Reply