Kantor Hukum Firdaus Paressa & Partners Bela Tiga Perusahaan kontraktor, Nilai KPPU tidak Profesional

MAKASSAR, KILOMETER40–Kantor Hukum Firdaus Paressa And Partners menegaskan,  perkara No 22/KPPU-I/2019, tentang dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999 yang ditangani Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), tidak mempunyai azas kepastian hukum terhadap pemeriksaan perkara.

Firdaus Paressa SH MH menguraikan,  pihaknya sebagai kuasa hukum PT Rajawali Jaya Sakti (RJS) yang jadi tergugat utama dalam tudingan dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha, memiliki beberapa alasan yuridis yang mempertegas kalau KPPU salah kaprah dalam menangani kasus ini.

Menurut Firdaus, yang menjadi aneh, karena pemeriksaan perkara baru dilakukan saat pekerjaan tender telah selesai serah terima akhir pekerjaan, Final Hand Over (FHO).

Serah terima pekerjaan dilakukan 10 September 2019, sedangkan pemeriksaan perkara klien kami dimulai 11 Maret 2020.

“Dari data serta fakta yang ada kami menilai KPPU tidak profesional, melanggar hukum dan tidak melaksanakan amanah yang ditentukan dalam Keputusan Presiden RI Nomor 75 Tahun 1999 Tentang KPPU,” tukasnya.

Fakta lain yang dibeberkan terkait kejanggalan kasus adalah, pada sidang perdana digelar, 11 Maret 2020 di Kota Balikpapan dengan agenda pembacaan laporan dugaan pelanggaran oleh Tim Investigator KPPU, dihadiri oleh orang yang tidak mempunyai kuasa dari Direktur atau tidak sah secara legalitas untuk mewakili terlapor 1. Namun majelis hakim Komisi tetap menggelar persidangan.

“Kami selaku kuasa hukum sangat keberatan karena sangat merugikan kepentingan hukum klien kami,” tegas Firdaus.

Firdaus menimpali, jika perkara ini tetap dilanjutkan, maka kami menganggap bahwa laporan dugaan pelanggaran kepada klien kami tidak cukup bukti. Alasannya,  pada saat pelaksanaan tender dilakukan 2015 sebagai pemenang tender yakni PT Rajawali Jaya Sakti Contrindo, Direktur Utamanya telah meninggal dunia pada 2018, sehingga penyidik KPPU tidak pernah meminta keterangan  apakah benar pernah melakukan persekongkolan untuk memenangkan tender. Bukti tersebut tidak dimiliki oleh tim Investigator KPPU sehingga perkara ini seharusnya diberhentikan demi hukum.

“Yang digugat subjek (perusahaan) direkturnya sudah meninggal. Kami akan bawa kasus ini ke Komisi VI DPR RI. Perkara ini kami nilai cacat hukum dan mengada ada,” tandas Firdaus.

Diketahui, ihwal kasus ini bermula saat pelelangan umum paket pekerjaan lanjutan pembangunan jaringan distribusi air bersih (Multiyears) di Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur APBD Tahun Anggaran 2015 – 2018  (kode lelang 1684264). Oleh KPPU tender pelelangan ini disoal dengan menetapkan tiga perusahaan sebagai terlapor yakni PT Rajawali Jaya Sakti (Terlapor 1), PT Perdana Sejajtera Utama (Terlapor II) dan PT Indah Seratama sebagai Terlapor III. (*)







Leave a Reply