MAKASSAR, KILOMETER40.COM– Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia mengkritisi surat penangguhan pemotongan kredit atau pinjaman yang dikeluarkan sejumlah Kepala Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan dan Gorontalo dengan dalih merupakan aspirasi pimpinan dan anggota DPRD serta Aparatur Sipil Negara (ASN) di tengah pandemi COVID-19.
“Sungguh di luar logika berpikir. Mereka terlihat abai pada kondisi rakyatnya. Surat ini jelas menegaskan telah terjadi degradasi moralitas tata kelola pemerintahan dan hanya mementingkan kepentingan golongan tertentu dan pribadinya,” ungkap Direktur Kopel Indonesia Anwar Razak saat konferensi pers daringdi Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.
Persoalan ini muncul, ungkap dia, setelah empat bupati di Sulsel menyurati bank pemerintah meminta penangguhan pembayaran pinjaman. Kepala daerah itu masing-masing Bupati Luwu Utara, Bupati Luwu Timur, Bupati Bulukumba, dan Bupati Jeneponto. Selain itu ada dua kepala daerah di Provinsi Gorontalo.
Isi surat tersebut semuanya nyaris sama, hanya saja berubah kop surat dan tanda-tangan, namun isinya sama yakni beralasanCOVID-19 agar nasabah mendapat penangguhan pembahyaran pinjaman baik itu pimpinan maupun angggota DPRD, serta pejabat ASN termasuk bupati dan wakil bupatinya.
Seharusnya, kata dia, penangguhan pemotongan pinjaman itu dimohonkan untuk rakyatnya yang terdampak COVID-19, mengingat mereka yang paling merasakan dampak COVID-19 bukan malah para pejabat yang masih tetap menikmati gaji rutin setiap bulan.
“Surat itu dikategorikan maladministrasi, apalagi membawa lambang garuda. Itu kekeliruan namanya. Mereka adalah pejabat dan anggota DPRD menerima gaji dan tunjangan setiap bulan. Ada dugaan para pejabat kita ini memanfaatkan keadaan darurat demi kepentingan pribadi dan golongannya, pinjaman itu kan sifatnya pribadi bukan kedinasan,” beber dia.(*)
Leave a Reply