KILOMETER40.COM– Perjuangan para relawan COVID-19 dalam berurusan dengan pandemi itu lumayan berat. Mereka harus siap dengan resiko tertular ataupm bahkan kehilangan nyawa.
Belum lagi mereka harus terus mengurus pasien yang jumlahnya terus bertambah. Tak cukup sampai disitu, mereka pun harus menghadapi stigma masyarakat yang begitu takutnya tertular virus tersebut.
Hal inilah yang harus dihadapi Hermawan Budi (40), seorang warga Solo yang menjadi relawan COVID-19 di Solo. Dilansir dari Jatengprov.go.id, Hermawan bertugas sebagai Koordinator Tim Relawan dari RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Hermawan menuturkan, sebagai sebuah tim relawan, dia dan anggota yang lain harus senantiasa siaga 24 jam jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
Corona adalah virus yang mudah menular dan mematikan. Hermawan mengakui hal itu. pada awalnya ia sendiri sempat ragu ketika ditawari pekerjaan itu. Namun pada akhirnya, pria yang berprofesi sebagai guru matematika itu menyetujui diri menjadi relawan.
“Selain guru di sebuah SD Swasta di Laweyan, saya juga tergabung di gerakan relawan Indonesia (Relindo). Biasanya membantu terkait kebencanaan. Awalnya sempat pikir-pikir dulu. Dua hari saya pikir-pikir, akhirnya saya mantap melakoni tugas sukarela ini,” ujar Hermawan dilansir Jatengprov.go.id.
Demi menjaga keselamatan, Hermawan dan semua rekannya yang berjumlah 29 orang tidak boleh gegabah dalam menjalankan tugas. Di saat bertugas, mereka wajib menggunakan APD berupa baju hazmat, kacamata, sarung tangan, dan sepatu khusus. Jika ada kelalaian sedikit saja, mereka bisa saja tertular virus. Tak hanya itu, demi alasan keselamatan keluarga, ada dari salah satu relawan itu yang rela tidur di teras rumah.
“Sehari saya bisa lima kali mandi. Pakaian yang dikenakan pun harus dicuci terpisah. Bahkan pada awal-awal tugas, ada rekan saya yang rela tidur di teras rumah. Dia ingin menjaga agar keluarga tidak tertular. Namun kini sudah terbiasa. Meskipun protokolnya ketat, harus kami lakukan. Saat ini belum ada rekan atau keluarga yang terinfeksi COVID-19,”beber Hermawan.

Selama menjalankan tugas memakamkan jenazah, Hermawan mengaku belum pernah sekalipun mendapat penolakan dari warga. Menurutnya, hal itu disebabkan karena edukasi yang baik kepada warga terkait COVID-19. Namun ia berharap pengguna jalan bisa mendahulukan ambulan pengangkut jenazah ini untuk melintas.
“Meskipun demikian kami berharap pengguna jalan bisa memberi jalan. Sebab secara protokol penanganan jenazah COVID-19 seharusnya tak lebih dari tiga jam,” ujar Hermawan.(*)
Leave a Reply